Dengan mawas diri atau
mengenal diri pribadi itu dimaksudkan agar setiap orang mengenal dan mengerti
lebih dalam lagi bagaimana hubungan antara hubungan jasmani dengan badan rohani
demikian pula tentang aktivitas serta pahala dari gerak atau karmanya sendiri. Setelah
seseorang bisa memahami dan mengenalnya lebih jauh, mereka terbatas pada usaha
untuk memelihara, merawat dan mengiasi badan jasmaninya agar sehat, tampak
cantik serta tanpan.
Diri pribadi adalah diri sendiri, karena itu perlu
adanya mawas diri atau mengenal diri pribadi. Berkaitan itu, keadaan diri
pribadi itu bukan saja menyangkut badan jasmani tapi juga badan rohani. Sebab
itu setiap orang harus mengenal dan mengenal serta mengerti tentang keadaan
badan jasmani maupun rohani.
Setiap orang sebenarnya wajib untuk mengenal bahkan
mengerti keadaan pribadinya guna mengetahui gerak atau karma yang berhubungan
dengan hidupnya di dunia ini. Badan jasmani mampu bergerak bukan karena
kekuatannya sendiri. Badan jasmani itu dapat bergerak karena ada yang
menggerakkan dan dia mampu idup karena ada yang memeberi tenaga hidup yaitu badan rohaninya. Dengan demikian maka
badan jasmani tidak lebih merupakan alat belaka untuk melaksanakan gerak dari
badan rohani.
Gerak atau karma dari badan jasmani akibatnya dapat
menimbulkan kegelisahan, senang atau bahagia tetapi juga dapat juga membawa
kesedihan bahkan kesengsaraan. Keadaan
sperti itu tidak hanya dirasakan sendiri namun juga dirasakan oleh orang lain.
Jadi jelas bahwa gerak atau karma dari pribadi seseorang adalah membuat atau
menciptakan keadaan. Sebab itulah setiap orang harus mampu membendung atau
mengontrol pribadinya agar tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
Dalam kitab kantha Upanisad (III.6) mengungkapkan: “
orang yang bijaksana yng selalu mempergunakan pikiran dan rasa
serta indrianya terkendalikan maka tak ubahnya sebagai kuda baik kepunyaan
seorang kusir”.
Sebab itulah pikiran dan rasa perlu dikendalikan,
karena pikiran dan rasa terus bergerak tiada henti dimana gerak atau karmanya
adalah bertujuan untuk memperoleh kenikmatan dan kepuasan yang dikenal dengan
keinginan atau indrya. Adapun sumber kepuasan dari keinginan atau indrya ini
disebut dengan Wisaya, dimana wisaya merupakan segala sesuatu yang berasal
dari alam semesta dan wujudnya ada yang konkrit dan ada pula yang
abstrak.
Secara umum dapat kita lihat pemahaman manusia
tentang diri pribadinya alayak sebagai sang pujangga, mengabdi pada keindahan,
mengabdi pada kesunyian, mengabdi pada kebenaran dan mengabdi pada sastra itu
sendiri dalam menumbuh kembangkan kepribadiannya hingga ia mampu mejadi
seseorang pengurai ke indahan alam semesta lewat rangkain kata demi kata, lewat
prosa, drama bahkan gema puisi yang
membahana. Seakan-akan pesona alam mengiasi inspirasi sang pujangga ketika ia
tenggelam dalam kepribadiannya, mungkin dapat kita urai dengan sebuah kalimat ”
Bila alam mulai bersemi maka hatipun akan bersemi, segala yang disaksikan sangat
indah dihati, pengarang terpesona menyaksikan bulan bersinar redup,matahari
bercahaya cerah, kumbang mengoyak kembang, laut dan langit mengarau biru,
terpaan angin meraksuk sukma. Suara gemuruh ombak berderai dan aliran air yang
gemercik terdengar sangat indah dimata pengarang.
Pujangga luluh dalam keindahan untuk memohon
aanugrah Sang Pencipta dan telah menjadi kenyataan bahwa keindahan yang dicari
sang pujangga dalam penggambarannya
merupakan keadaan awal dalam proses menemukan diri pribadi serta melawan godaan
untuk memasuki alam ketuhanan.
Berkaitan dengan hal tersebut, pengarang disini adalah
menumbuhkan pancaran yang terbesar dari tenaga pengendalian diri sendiri,
dimana pengendalian diri sendiri merupakan pancaran tenaga yang lebih besar
dari pada melepas. Memang mengendalikan diri memerlukan tenaga yang lebih besar
dari melepaskannya. Misalnya ada kereta dengan kudanya meluncur sepat menuruni
bukitdan si kusir berusaha menahan kuda tersebut. Manakah yang lebih besar
memerlukan tenaga, membiarkan kuda itu lari atau menahannya? Atau ada peluru
meriam meluncur diudara dan jatuh dikejauhan. Yang lain terhalang jalannya
karena membentur tembok dan tubrukan itu mengeluarkan panas yang luar biasa.
Semua tenaga yang dilepas dengan diikuti oleh pemikiran pada diri sendiriadalah
terbang percuma. Ia akan tidak mengembalikan tenaga pada diri kita, tapi ia
ditahan sebagai peluru dengan tembok itu, ia akan menyebabkan bertambahnya
tenaga kita. Pengendalian diri inilah akan menimbulkan jiwa agung, alayaknya
pula prilaku yang dipunyaoleh para maha
Rsi. Orang biasa tidak tau rahasia ini. Walaupun demikian mereka mau mau
mengusai kemanusiaan. Orang bodoh sekalipun akan mampu menguasai seluruh dunia
bila bekerja dan sabar menanti.
Kebanyakan dari kita tidak dapat memikirkan dibalik
tahun-tahun yang akan datang itu, sama
seperti binatang yang tidak mampu melihat dalam jarak beberapa langkah, sebagai
bulatan kecil itulah dunia kita. Kita tak punya kesabaran dan keberanian untuk
melihat jauh dank arena itulah kita menjadi krisis akhlak dan jahat bahkan
keji, demikian pula dengan keadaan badan rohaninya yaitu pikiran atau perasaan
maupun hawa nafsu.
Pengakuan sebuah pribadi atau jati diri dalam proses
perjuangan yang menghidupkan dan membahagiakan orang lain memang menjadi sebuah
tantangan yang unik, dimana hidup ini perlu menjadi lentera, jendela dan garam.
SEbagai lentera tidak perlu ditepatkan di atas gunung supaya sinar lentera bisa
dilihat banyak orang. Sebab yang paling penting lentera mampu menerangi
kegelapan terkini dan sekarang. Sebagai jendela, dapat berperan sebagai
ventelasi bagi kehidupan-kehidupan yang lain, peretas liang gelap keangkuhan
yang mungkin terselimut awan pekat dan medan perang kompetisi di alam bebas.
Sebagai garam, cicipan didici vivere tetap menyatu dengan menu-menu keseharian
(situasi dan kondisi) disekitar arus kehidupan seseorang manusia yang hidup. Garam hanya baru menjadi garam (rasa
asin) kalau sudah mencair bersama aneka hidangankehidupan yang terekam dalam
cara dan sikap hidup setiap orang.
Sebagai suatu kesimpulan maka dengan adanya
kesadaran untuk mawas diri dan mengenal diri pribadi mapun seluk beluk
kehidupan manusia, maka akan mudahlah seseorang untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan alam sekitarnya. Maka dari itu, mari kita menempa diriagar mampu memanusiakan diri
sebagai manusia yang memiliki kepribadian budi yang terajut dalam pikiran dan
kegigihan yang berbasis pada prinsip-prinsip hidup yaitu kreatif dan kritis pada keadaan pribadi serta
alam sekitar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar